Lemah Lembutlah dalam Bertutur Kata oleh May Allah Guide Us To The Truth pada 25 Juli 2010 pukul 21:53 Segala puji bagi Allah, yang berhak disembah. Salawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad s.a.w, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.Semakin maju zaman, semakin manusia menjauh dari akhlak yang mulia. Perangai jahiliyah dan kekasaran masih meliputi sebagian kaum muslimin. Padahal Islam mencontohkan agar umatnya berakhlaq mulia, di antaranya adalah dengan bertutur kata yang baik. Akhlaq ini semakin membuat orang tertarik pada Islam dan dapat dengan mudah menerima ajakan. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita perangai yang mulia ini. Perintah Allah untuk Berlaku Lemah Lembut Allah Ta’ala berfirman, وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. ” (QS. Al Hijr: 88) Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan, “’Berendah dirilah‘ yang dimaksud dalam ayat ini hanya untuk mengungkapkan agar seseorang berlaku lemah lembut dan tawadhu’ (rendah diri).” Jadi sebenarnya ayat ini berlaku umum untuk setiap perkataan dan perbuatan, iaitu kita diperintahkan untuk berlaku lemah lembut. Ayat ini sama maknanya dengan firman Allah Ta’ala, فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ الله لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظّاً غَلِيظَ القلب لاَنْفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imron: 159). Yang dimaksud dengan bersikap keras di sini adalah bertutur kata kasar. Dengan sikap seperti ini malah membuat orang lain lari dari kita. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Berlaku lemah lembut inilah akhlaq Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di mana beliau diutus dengan membawa akhlaq yang mulia ini.” Keutamaan Bertutur Kata yang Baik Pertama: Sebab Mendapatkan Ampunan dan Sebab Masuk Surga Dari Abu Syuraih, ia berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, يَا رَسُولَ اللَّهِ، دُلَّنِي عَلَى عَمِلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga.” Beliau bersabda, إِنَّ مِنْ مُوجِبَاتِ الْمَغْفِرَةِ بَذْلُ السَّلامِ، وَحُسْنُ الْكَلامِ “Di antara sebab mendapatkan ampunan Allah adalah menyebarkan salam dan bertutur kata yang baik.” Kedua: Mendapatkan Kamar yang Istimewa di Surga Kelak Dari ‘Ali, Nabi Muhammad s.a.w bersabda, “Di surga terdapat kamar-kamar yang bahagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar.” Kemudian seorang Arab Badui bertanya, “Kamar-kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau pun bersabda, لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ “Kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa saja yang tutur katanya baik, gemar memberikan makan (pada orang yang butuh), rajin berpuasa dan rajin shalat malam karena Allah ketika manusia sedang terlelap tidur.” Ketiga: Bisa menggantikan Sedekah Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad s.a.w bersabda, الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ “Tutur kata yang baik adalah sedekah.” Dari ‘Adi bin Hatim, Rasulullah s.a.w bersabda, اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ “Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.” Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi Muhammad s.a.w menjadikan tutur kata yang baik sebagai pengganti dari sedekah bagi yang tidak mampu untuk bersedekah.” Ibnu Baththol mengatakan, “Tutur kata yang baik adalah sesuatu yang dianjurkan dan termasuk amalan kebaikan yang utama. Kerana Nabi Muhammad s.a.w (dalam hadits ini) menjadikannya sebagaimana sedekah dengan harta. Antara tutur kata yang baik dan sedekah dengan harta memiliki keserupaan. Sedekah dengan harta dapat menyenangkan orang yang diberi sedekah. Sedangkan tutur kata yang baik juga akan menyenangkan mukmin lainnya dan menyenangkan hatinya. Dari sisi ini, keduanya memiliki kesamaan (iaitu sama-sama menyenangkan orang lain).” Keempat: Menyelematkan Seseorang dari Siksa Neraka Dalilnya adalah hadits Adi bin Hatim di atas. Ibnu Baththol mengatakan, “Jika tutur kata yang baik dapat menyelamatkan dari siksa neraka, berarti sebaliknya, tutur kata yang kotor (jelek) dapat diancam dengan siksa neraka.” Kelima: Dapat Menghilangkan Permusuhan Ibnu Baththol mengatakan, “Ketahuilah bahwa tutur kata yang baik dapat menghilangkan permusuhan dan dendam kesumat. Lihatlah firman Allah Ta’ala, ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ “Tolaklah (kejelekan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat: 34-35). Menolak kejelekan di sini bisa dengan perkataan dan tingkah laku yang baik.” Sahabat yg mulia, Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan, “Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.” Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.” Berlaku Lemah Lembut Bukan Berarti Menjilat Perlu dibezakan antara berlaku lemah lembut dengan tujuan membuat orang tertarik dan berlaku lembah lembut dengan maksud menjilat. Yang pertama ini dikenal dengan mudaroh iaitu berlaku lemah lembut agar membuat orang lain tertarik dan tidak menjauh dari kita. Yang kedua dikenal dengan mudahanah iaitu berlaku lemah lembut dalam rangka menjilat dengan mengorbankan agama. Sikap yang kedua ini adalah sikap tercela sebagaimana yang Allah firmankan, وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ “Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. Al Qalam: 9) Ibnu Jarir Ath Thobari menafsirkan ayat di atas, “Wahai Muhammad, orang-orang musyrik tersebut ingin kalian berlaku lembut pada mereka (dengan mengorbankan agama kalian) dengan memenuhi seruan untuk beribadah kepada sesembahan mereka. Jika kalian demikian, maka mereka akan berlaku lembut pada kalian dalam ibadah yang kalian lakukan pada sesembahan kalian.” Oleh karenanya, orang yang bersikap mudaroh akan berlemah lembut dalam pergaulan tanpa meninggalkan sedikitpun prinsip agamanya. Sedangkan orang yang bersikap mudahanah, ia akan berusaha menarik simpati orang lain dengan cara meninggalkan sebagian dari prinsip agamanya. Hendaknya kita bisa memperhatikan perbedaan antara mudaroh dan mudahanah. Lemah lembut yang dituntunkan adalah dalam rangka membuat orang tertarik dengan akhlaq kita yang baik. Sikap pertama inilah yang akan membuat orang menerima dakwah, namun tetap dengan mempertahankan prinsip-prinsip beragama. Sedangkan lemah lembut yang tercela adalah jika sampai mengorbankan sebagian prinsip beragama dan mendiamkan kemungkaran tanpa adanya pengingkaran minimalnya dengan hati. Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kepada kita tutur kata yang baik dan akhlak yang mulia. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Amin..

Analisis nilai-nilai dasar demokrasi menurut Pancasila dan UUD 1945 bidang Iptek Pada dasarnya iptek ditujukan untuk memudahkan kehidupan umat manusia.namun penggunaannya ini sangat rentan sekali terhadap penyalahguaan, sehingga harus didasari dengan suatu falsafah yang berasal dari nilai-nilai luhur kebudayaannya sehingga dapat memberikan paradigma dan cara penggunaan yang benar. Bangsa Indonesia, dalam seluruh dimensi hidupnya, memiliki suatu ruh yang menjadi dasar kehidupan, yaitu pancasila. Pada persoalan diatas pancasila memberikan beberapa prinsip etis kepada ilmu, sebagai berikut: Martabat manusia sebagai pribadi, sebagai subjek, tidak boleh diperalat untuk kepentingan iptek. Prinsip “tidak merugikan”. Harus dihindari kerusakan yang mengancam manusia. Iptek harus sedapat mungkin membantu meringankan beban manusia Monopoli iptek harus dicegah. Diharuskan adanya kesamaan pemahaman antara agamawan dan ilmuwan bahwa pengembangan iptek sebagai sarana memahami kekuasaan tuhan, hal ini sebagai wujud bahwa pengembangan iptek di Indonesia berdasar pada sila pertama, yaitu ketuhanan yang maha esa. Jika dipandang dari wacana filsafat ilmu, maka pancasila sebagai paradigm pembangunan iptek dapat dipahami dari beberapa aspek, yaitu : Aspek Ontologis, yaitu bahwa hakikat iptek merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya unrtuk mencari dan menemukan kebenaran serta kenyataan. Iptek harus dipandang secara utuh sebagai masyarakat, proses, dan produk. Aspek epistomologi, yaitu nilai-nilai pancasila dijadikan sebagai “metode berfikir”, dalam arti sebagai dasar dan arah dalam mengembangkan ilmu, serta sebagai parameter kebenarannya. Aspek aksiologi, yaitu bahwa dengan memahami aspek-aspek di atas, pengembangan iptek tidak akan bertentangan dengan ideal pancasila, dansecara positif akan mendukung dalam mewujudkan nilai-nilai pancasila. Sebagaimana dinyatakan oleh Teuku Jacob (2000) bahwa perkembangan iptek dewasa ini dan dimasa yang akan dating sangat cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak serta manggapai angkasa luas di lain pihak, lagi pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan institusi budaya. Akibat yang baik adalah mengamankan, menyejahterakan, dan menyelamatkan manusia, menambah, atau mengurangi manusia, memperluas cakrawalanya, menggeser umur matinya, serta mengatasi halangan –halangan temporo-spasial. Namun, akibatnya yang buruk adalah mendesak manusia secara temporo-spasial, mengusangkan kelompok yang kurang mujur, merusak lingkungan, bahkan membinasakan dirinya, secara individual maupun massal. Selanjutnya T.Jacob (2000) berpendapat bahwa Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan iptek, yaitu: Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengingatkan manusia bahwa ia hanyalah makhluk Tuhan yang mempunyai keterbatasan seperti makhluk-makhluk lain, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Ia tidak dapat terlepas dari alam, sedangkan alam raya dapat berada tanpa manusia. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, usaha untuk menyejahterakan manusia haruslah dengan cara-cara yang berprikemanusiaan. Desain, eksperimen, ujicoba dan penciptaan harus etis dan tidak merugikan uamat manusia zaman sekarang maupun yang akan dating. Sehingga kita tidak boleh terjerumus mengembangkan iptek tanpa nilai-nilai perikemanusiaan. Sila Persatuan Indonesia, mengingatkan pada kita untuk mengembangkan iptek untuk seluruh tanah air dan bangsa. Dimana segi-segi yang khas Indonesia harus mendapat prioritas untuk dikembangkan secara merata untuk kepentingan seluruh bangsa, tidak hanya atau terutama untuk kepentingan bangsa lain. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, membuka kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk mengembangkan iptek, dan mengenyam hasilnya, sesuai kemampuan dan keperluan masing-masing. Sila Keadilan sosial, memperkuat keadilan yang lengkap dalam alokasi dan perlakuan, dalam pemutusan, pelaksanaan,perolehan hasil dan pemikiran resiko, dengan memaksimalisasi kelompok-kelompok minimum dalam pemanfaatan pengembangan teknologi. Pancasila sebagai dasar negara kemudian dituangkan kedalam Undang-Undang Dasar 1945 yang bersifat lebih teknis di dalam pasal-pasalnya. Berkenaan dengan masalah pengembangan iptek, di dalam UUD 1945 dibahas di dalam pasa 31 ayat 5 dan disinggung sedikit di dalam pasal 28 C ayat 1. Di dalam pasal 28 C ayat 1 sebenarnya lebih menekankan pada hak-hak warga negara di dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi. Sementara itu Pasal 31 ayat 5 ini menggarisbawahi tentang dasar dan tujuan dari pengembangan iptek haruslah nilai-nilai religius, hal ini untuk mempertegas bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler. kemudian dituangkan dalam Undang-undang No. 18 tahun 2002 tentang sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek. Dalam rangka melaksanakan amanat tersebut, pemerintah wajib merumuskan arah, prioritas dan kerangka kebijakan pembangunan iptek. Sistem penelitian, pengembangan dan penerapan iptek yang dituangkan dalam UU No. 18 tahun 2002, merupakan paradigma baru bagi penelitian pengkajian dan pengembangan serta sediminasi hasil-hasil penelitian, karena: a) memberikan landasan hukum bagi pertumbuhan kemampuan semua unsur kelembagaan dan penguasaan, pemajuan dan pemanfaatan iptek; b) mendorong pertumbuhan dan pendayagunaan iptek secara lebih efektif; c) menggalakan pembentukan jaringan kerjasama semua kelembagaan iptek secara sinergi sehingga kapasitas dan kemampuannya lebih optimal; d) mengikat semua pihak yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam pengembangan dan pendayagunaan iptek.

;;